Sebuah kisah klasik susah dilupa
Masih ku ingat kakiku melangkah dengan pasti setiap pagi
Menaiki motor dengan kecepatan stabil, melewati jalanan padat dengan rasa cemas takut akan adanya kemacetan
Sampai di depan gerbang, kakiku tanpa ragu melangkah menuju satu ruangan yang tak asing
Tak lupa ku hiasi wajah ini dengan senyum Bak bunga yang sedang merekah
Sampai di ambang pintu ruangan, aku selalu menerka apa yang sedang terjadi didalam
Sepertinya tak banyak manusia di dalamnya
Ku tarik gagang pintu, kemudian terbuka
Terlihat satu persatu wajahnya..
Ah, walau belum semua datang
tapi aku mengingat wajah-wajah manusia yang menetapi ruang ini setiap harinya
Mereka adalah kawan-kawanku
Entah bagaimana kami dipersatukan, siapa yang mempersatukan kami menjadi sebuah kesatuan yang amat hebat sampai susah dilupa
Terima kasih terutama kepada pemilik bumi dan seisinya, Allah SWT yang apabila tanpa izinnya kami tidak akan menjadi satu kesatuan. Hamdalah.. Alhamdulillah..
Terima kasih juga, wahai bapak, wahai ibu, telah mempersatukan kami, yaitu sekelompok manusia dengan otak ini.
Sulit dilupa hingga kini. sekarang, kami sudah melewati gerbang kelulusan, sudah hampir 2 tahun kami lulus sekolah
Memang tak ada tangis, bukannya kami tak bisa menangis, Tapi kami tak ingin mengakhiri dengan tangisan.
Terlalu kejam apabila kami membuka pertemuan kami dengan senyum dan mengakhirinya dengan tangis. Biarlah senyuman kami dengan penuh arti ini yang berbicara tentang perpisahan.
Perpisahan bukan sebuah akhir dari segalanya kan? Ah, aku tahu kalian manusia hebat nan absurd
Karena itulah aku jadi rindu…
(cerita akan berlanjut/ to be continue)
-Riska, 23 September 2016, ditulis di Bekasi, saat
sedang panas-
#RiskaRyanisa
#RiskaRyanisa